Sebuah pernikahan akan sempurna jika telah dilengkapi oleh kelahiran
anak. Namun tidak semua pasangan mudah memperoleh keturunan. Hal
tersebut tak jarang menjadi beban psikologis, terutama bagi perempuan,
ketika orang tua atu kerabat terus-menerus bertanya tentang anak.
Menyikapi masalah ini, keluarga besar perlu memberikan perhatian dan
dukungan moral agar pasangan tersebut tidak berkecil hati.
Seperti yang dialami Diandra (32). Lima tahun pernikahannya dengan
Bagas (56) belum juga dikaruniai keturunan. Beban psikologis sering
dialami manakala keluarga besar bertanya tentang dirinya yang hingga
kini belum dikaruniai buah hati.
Jangan Salahkan Diri Sendiri
Psikolog Erna Marina Kusuma
mengungkapkan, perempuan memang cenderung menyalahkan dirinya sendiri
ketika pernikahannya belum juga dikaruniai keturunan. Mereka seringkali
merasa belum menjadi istri yang sempurna jika belum mampu hamil dan
melahirkan seorang bayi.
Di samping itu, perempuan cenderung akan
lebih dulu dituduh sebagai penyebab kemandulan ketimbang pria. Jika
terdapat pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah namun
belum juga memiliki anak, biasanya yang pertama kali disalahkan adalah
sang istri. Padahal banyak faktor yang menjadi penyebab pasutri belum
mendapatkan keturunan.
Selain perasaan bersalah, perempuan yang
belum memiliki keturunan seringkali mengalami perasaan khawatir yang
berlebihan terhadap suami. Kekhawatiran yang muncul dari perempuan
umumnya adalah bahwa suami akan meninggalkan mereka jika mereka tidak
juga memiliki anak. “Karena merasa takut, jadi mulai sering negative
thinking, merasa tidak percaya pada suami. Akhirnya justru jadi pemicu
cekcok rumah tangga antara suami-istri. Inilah yang perlu diwaspadai,”
jelasnya.
Ketakutan paling besar dari perempuan
yang menghadapi persoalan semacam ini adalah jika pernikahan harus
berakhir karena orang tua suami mencarikan pasangan lain untuk anaknya.
Munculnya prasangka-prasangka seperti itu, biasaya akan menyebabkan
hubungan istri dengan keluarga, terutama mertua, menjadi renggang.
Sikap dengan Mertua
Desakan untuk segera memiliki anak akan
semakin tinggi jika seorang perempuan menikah dengan anak laki-laki yang
merupakan anak tunggal dalam keluarga. Selain itu, jika suami mereka
berasal dari suku tertentu yang menganggap bahwa anak adalah sebuah
keharusan dalam pernikahan. Desakan akan datang tidak hanya dari
keluarga, namun juga kerabat dalam lingkup suku tersebut.
Pada umumnya desakan akan muncul ketika
usia pernikahan sudah memasuki tahun kedua atau ketiga. “Bentuk desakan
dapat bermacam-macam, mulai dari yang halus seperti
pertanyaan-pertanyaan, hingga desakan-desakan berupa upaya konkret
dengan mencarikan pengobatan,” tuturnya.
Saran mertua yang seringkali meminta
untuk memeriksakan diri ke dokter, desakan untuk tidak terlalu sibuk
bekerja di luar, atau bahkan meminta mereka untuk berhenti bekerja,
dapat membuat seorang perempuan merasa tertekan. Jika tidak bisa
mengatur dan mengendalikan emosi, desakan tersebut akan mempengaruhi
cara bersikap. Dimana reaksi yang muncul cenderung negatif.
Potensi terjadinya konflik biasanya akan
lebih tinggi ketika desakan tersebut datang dari mertua. Ucapan-ucapan
dari mertua yang sebetulnya hal biasa seperti, “Coba kamu periksa lagi
ke pengobatan alternatif itu” dapat dipersepsikan negatif dari menantu
yang mungkin merasa bosan mendengarkan hal yang sama, bisa ditanggapi
keliru oleh mertua.
“Karena itu harus hati hati menjaga
hubungan dengan mertua. Jangan sampai saran yang mereka sampaikan justru
menimbulkan gesekan. Karena benturan yang sering terjadi adalah ketika
menanggapi saran-saran itu,” jelas Erna.
Orang Tua Tidak Menyudutkan Anak
Erna juga berpesan kepada orangtua atau
keluarga agar tidak menyudutkan anak-anak mereka yang telah menikah
namun belum juga memiliki keturunan. Berikan mereka dukungan tulus,
bukan desakan. Hindari kata-kata yang membandingkan dengan pasangan
lain, karena hal tersebut dapat menyinggung mereka. Selain itu,
berikaplah adil dan tidak menyalahkan salah satu pihak, karena kesalahan
tersebut belum tentu dari pihak perempuan. “Karena semakin tinggi
tekanan, justru akan membuat perempuan semakin stress, yang berakibat
pada gangguan hormon.”
Hubungan antara stess dan peluang
terjadinya pembuahan di masa subur ini telah dibuktikan dalam peneilitan
Oxford University. Pada perempuan dengan banyak pikiran, peluang untuk
terjadinya kehamilan turun sebesar 12%. Penelitian tersebut melibatkan
274 perempuan berusia 18-24 tahun yang sedang berusaha hamil.
Kesulitan mendapatkan keturunan tidak terlepas dari faktor-faktor yang
terjadi pada pasangan tersebut, baik istri maupun suami. Ketidaksuburan
tidak hanya terjadi pada istri, tetapi bisa pula pada suami. “Gangguan
kesuburan, 40% disebabkan oleh faktor suami, 40% faktor istri dan 20%
faktor yang tidak diketahui penyebabnya,” jelas Dewi.
Faktor usia juga turut mempengaruhi
kesuburan. Semakin tua usia, semakin kecil peluang perempuan untuk bisa
hamil. “Perempuan usia 19-26 memiliki kemungkinan hamil 2x lebih besar
dibandingkan usia 35-39 tahun, begitu juga dengan laki-laki. Semakin
tua, kualitas sperma akan menurun, sekalipun tetap bisa membuahi.”
Bagi pasangan yang mempunyai riwayat
penyakit metabolik seperti kencing manis sebaiknya juga waspada.
Pasalnya penyakit ini dapat berpengaruh terhadap kesuburan seseorang.
Kencing manis dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan sel telur pada
perempuan dan impotensi pada laki-laki.
Gaya hidup, lingkungan serta depresi
juga turut mempengaruhi terjadinya ketidaksuburan perempuan. Beberapa
zat polutan memiliki kaitan yang erat dengan tingginya kejadian
ketidaksuburan terutama bagi perempuan yang tinggal di perkotaan. Sudah
banyak penelitian yang melaporkan bahwa stres sangat terkait erat dengan
produksi corticotropin realising hormone (CRH) dari hipotalamus. Hormon
ini memberikan pengaruh buruk terhadap produksi hormon reproduksi.
Poal hidup sehat harus dilakukan,
hindari rokok, narkoba dan alkohol karena ketiga zat ini besar perannya
dalam menurunkan kesuburan. Sedangkan kecukupan akan nutrisi dan zat
gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, antioksidan sangat
diperlukan untuk pembentukan hormon reproduksi.
Bentuk Stress Dari Wanita-wanita Jaman Sekarang Yang Sulit Mengalami Kehamilan
Kurang lebih 30% wanita (sulit hamil) yang mengalami stress di dunia ini melakukan cara peminjaman sperma dari pria lain dalam hal ini yang bukan berstatus suaminya. Pada umumnya wanita-wanita tipe ini tidak suka berpikir yang rumit dalam melakukan upaya menghasilkan keturunan. Mereka akan lebih memilih cara ini yang menurutnya lebih praktis dan bisa menjelaskan kepada mereka secara langsung siapa diantara dia dan suaminya yang sebenarnya tidak dapat menghasilkan keturunan.
Hal ini sebenarnya tidak menunjukkan atau merujuk ke hal perselingkuhan namun ini lebih di fokuskan karena ingin memiliki seorang anak. Mereka tidak akan mencoba mengekspos hati mereka kepada yang lainnya (kepada pendonor sperma) namun hanya di tujukan untuk suaminya. Seperti cerita seorang Ibu muda bernama Silvia (31thn) bahwa dia tidak pernah sedikitpun untuk berpikir selingkuh dari suaminya walau dia sering melakukan hubungan badan kepada si pria lain (hanya 1 pria tidak lebih dari itu), "saya hanya menginginkan seorang anak, itu saja! setelah saya nantinya hamil maka saya akan tinggalkan si pria itu (si pendonor sperma) dan kembali hidup baru bersama suamiku dan bakal anakku.
Mungkin hal ini sangat sulit di pahami oleh kaum pria kira-kira apa yang ada dibenak wanita-wanita seperti tipe ini? Namun di jaman sekarang ini justru faktor-faktor inilah yang malah menjadi jalan terakhir untuk wanita yang belum dikaruniai seorang anak.
By.Wishingbaby.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar